Laman

Selasa, 03 Februari 2015

Resensi novel Dilan:Dia adalah Dilanku tahun 1990



Judul               :  Dilan: Dia adalah Dilanku Tahun 1990
Penulis            :  Pidi Baiq
Penerbit          :  DAR! Mizan
Tebal              :  332 Halaman
Tahun Terbit    :  2014
ISBN              :  9786027870413






“Milea kamu cantik, tapi aku belum mencintaimu. Enggak tahu kalau sore. Tunggu aja.” (Dilan 1990)
“Milea, jangan pernah bilang ke aku ada yang menyakitimu, nanti, besoknya, orang itu akan hilang.” (Dilan 1990)
“Cinta sejati adalah kenyamanan, kepercayaan, dan dukungan. Kalau kamu tidak setuju, aku tidak peduli.” (Milea 1990)


Di atas adalah beberapa potong dialog Dilan dan Milea, yang terlampir pada cover belakang novel ini.  Dari cuplikan tersebut dapat dilihat bahwa novel ini berkisah tentang romansa cinta antara Dilan dan Milea. Dengan menggunakan sudut pandang orang pertama, dengan Milea sebagai si tokoh aku -walau nampak seperti buku harian Milea- ceritanya begitu mengalir, dan sukses membuat pembaca ikut merasakan gejolak-gejolak perasaan yang dipaparkan.

Milea baru 2 minggu pindah sekolah di salah satu SMA Negeri di Bandung sejak ia mengenal sosok Dilan. Perkenalan yang aneh, tak biasa, tapi berhasil membuat target (Milea) luluh penasaran. Beberapa hari kemudian, Milea mulai tahu beberapa hal tentang Dilan. Siswa nakal, rajin absen di ruang BP, anggota genk motor, suka berantem. Itulah beberapa hal buruk yang melekat pada sosok Dilan, yang diutarakan beberapa teman satu kelas Milea.

Tapi apa benar Dilan seburuk itu? Nyatanya, Milea tidak mau langsung percaya. Nyatanya, Milea jatuh cinta pada sosok berandalan itu. Nyatanya, ia begitu takut kehilangan Dilan. Nyatanya, ia berani memutuskan hubungan pacarannya dengan Beni -si anak aktor terkenal- karena Dilan. Karena cinta Dilan, atau karena ada Dilan yang siap menjaganya dari kemarahan Beni, atau apa? Entahlah. Lebih baik kalian baca dan temukan jawabannya sendiri! Karena saya tak akan menceritakan semuanya di sini, hehe.

Ini novel remaja, berisi tentang kehidupan cinta anak SMA. Jelas banyak novel dengan tema semacamnya. Ah tapi membacanya berulang kali saya tak bosan, saya duga kata demi kata di dalamnya terdapat zat kimia yang membuat nagih. Yang membuatnya beda lagi, latar ceritanya adalah Bandung di era 1990. Klasik, sederhana, tapi romantis manis bak arsiran gerimis, membuat meringis. Entah kisah ini fiktif atau realita, tapi terasa begitu nyata.

Bahasa yang digunakan mungkin bukan bahasa sastra yang puitis, atau apalah sebutannya, bukan kata yang dibuat indah-indah, melainkan bahasa sederhana, bahasa sehari-hari. Maka saya menyebut novel ini seperti buku harian pribadi Milea, yang ditulis dengan spontan tanpa babibu memilah-milih diksi yang menawan. Mungkin juga di dalamnya sedikit/banyak terdapat kata yang tidak sesuai dengan KBBI. Mungkin juga si penulis memang sengaja membuatnya begitu, biar terasa hidup, biar terasa nyata, dan memang berhasil.

Yaa intinya, bagi kalian yang suka membaca novel berisi cinta-cintaan wajib membaca novel ini. Bagi yang kurang atau bahkan tidak suka, coba bacalah, pasti nanti akan jadi suka :)



“Dilan memang selalu membahas yang gak perlu. Tapi rame. Tapi, seru dan selalu berhasil membuat aku jadi senang.” (Milea 1990 – hlm. 162)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar